Faktor-faktor persekitaran sosial boleh mempengaruhi atau menjadi sumber pembelajaran kepada proses pembentukan tingkah laku seseorang melalui pelbagai corak pembelajaran sosial seperti permodelan, maklum balas, dorongan dan halangan (Azhar 2006). Faktor persekitaran sosial yang dimaksudkan termasuklah
MAKALAH POLA PIKIR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMAM MAZHAB Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perbandingan Mazhab Dosen Pengampu Noor Efendy, SHI., MH. Disususn Oleh Kelompok 6 No Nama Kelompok NIM 1. Aida Rahmi 2. Ismiatul Maulidina - 3. Maulida Arini 4. Muhammad Effendi SEMESTER IV SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM STAI AL WASHLIYAH BARABAI PRODI PAI/BPI TAHUN AKADEMIK 2019 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah swt. yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyajikan sebuah makalah yang berjudul “Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab” dosen pengampu Noor Efendy, SHI., MH. Dalam hal ini kami mohon pengertian kepada para pembaca untuk memberikan teguran atau kritik yang membangun dengan kesempurnaan makalah ini. Kami menyadari bahwa manusia mempunyai sifat serba kurang, mungkin para pembaca menjumpai kekurangan atau kekeliruan yang tidak kami sengaja, maka kami pun minta maaf. Semoga makalah ini mendapat berkah dan keridhaan Allah swt. sehingga dapat membawa manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi diri kami sendiri. Barabai, 20 Februari 2019 Kelompok 6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI............................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Adanya Mazhab Hukum Islam.................................... 3 B. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam.............. 4 C. Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab............ 4 D. Sistematika Sumber Hukum Imam Mazhab........................................ 7 BAB III PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................ 13 B. Saran................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14 BAB I PENDAHULUAN Munculnya mazhab dalam sejarah tidak terlepas dari adanya pemikiran fiqh dari masa sahabat, tabi’in hingga muncul mazhab-mazhab fiqh pada periode ini. Seperti hukum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib iyalah masa iddah wanita hamil yang di tinggal mati suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengiuti salah satu pendapat tersebut, sehigga munculnya mazhab-mazhab yang di anut. Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya mazhab tasryik ada beberapa faktor yang mendorong di antranya 1. Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya. 2. Munculnya ulama-ulama besar pendiri mazhab-mazhab fiqh berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikat pusat-pusat studi tentang fiqh, yang di sebut dengan mazhab atau al-madrasah yang di terjemahkan bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut di teruskan oleh murid-muridnya. 3. Adanya kecenderugan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama mazhab ketika menghadapi masalah hukum, sehingga pemerintah khalifah merasa perlu menegakkan hukum islam dalam pemerintahanya. 4. Permasalahan politik perbedaan pendapat di kalanga muslim awal tentang masalah politik seperti pengangkatan khalifah-khalifah dari suku tertentu, ikut memberikan andil bagi munculnya berbagai mazhab hukum islam. 1. Apa saja faktor-faktor yang menjadikan adanya mazhab hukum islam? 2. Apa dasar dari pemikiran dan perkembangan mazhab hukum islam? 3. Bagaimana pola pikir faktor-faktor yang mempengaruhi imam mazhab? 4. Bagaimana sistematika sumber hukum imam mazhab? 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadikan adanya mazhab hukum islam. 2. Untuk mengetahui apa dasar dari pemikiran dan perkembangan mazhab hukum islam. 3. Untuk mengetahui pola pokir faktor-faktor yang mempengaruhi imam mazhab. 4. Untuk mengetahui bagaimana sistematika sumber hukum imam mazhab. BAB II PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Adanya Mazhab Hukum Islam Mazhab-mazhab hukum Islam merupakan penentu perkembangan hukum Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu 1. Meluasnya daerah kekuasaan Islam yang mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam Palestina, Persia dan lain-lain. 2. Pergaulan umat Islam dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya, dimana umat Islam berbaur dengan budaya, adat-istiadat serta tradisi bangsa tersebut. 3. Akibat jauhnya jarak negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, sehingga para gubernur, qadi dan para ulama harus melakukan ijtihad, guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi. Pada masa tabi’in, ijtihad sudah terpola menjadi dua bentuk, yaitu lebih banyak menggunakan ra'yu yang ditampilkan madrasah Kufah, serta yang lebih banyak menggunakan Hadist yang ditampilkan madrasah Madinah. Masing-masing madrasah menghasilkan para mujtahid kenamaan. Pada masa itu, para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad, yang kemudian disebut ushul. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad ini melahirkan kaidah-kaidah umum, yang dijadikan pedoman oleh generasi berikutnya dalam mengembangkan pendapat pendahulunya. Melalui cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis, terperinci dan opsional, dimana hal ini kemudian disebut fiqh. Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut mujtahid mandiri. Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada hukum syara’ dan menghasilkan temuan orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode yang berbeda, maka hasil yang dicapai juga tidak sama. Jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu yang menghasilkan suatu pendapat tentang hukum inilah yang disebut mazhab, dimana tokoh mujtahidnya dinamai Imam Mazhab. B. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam Berkembangnya aliran-aliran ijtihad rasionalisme dan tradisionalisme telah melahirkan madzhab-madzhab fiqh Islam yang mempunyai metodologi kajian hukum, fatwa-fatwa fiqh tersendiri serta mempunyai pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam sejarah pengkajian hukum Islam dikenal beberapa madzhab fiqh yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab Sunni dan madzhab Syi'ah. Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafl’i dan Hambali. Adapun di kalangan Syi’ah terdapat tiga mazhab fiqh, yaitu mazhab Zaidiyah, Ismailiyah dan Ja’fariyah. C. Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab 1. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Hanafi Abu Hanifah hidup selam 52 tahun pada masa dinasti umayyah dan 18 tahun pada masa dinasti Abbasiyyah. Alih kekuasaan dari bani umayyah yang runtuh kepada bani Abbasiyah yang naik tahta, terjadi di kufah sebagai ibu kota Abbasiyah sebelum pindah ke Baghdad. Kemudian Baghdad di bangun oleh khalifahkedua bani Abbasiyah, Abu ja'far almansyur 754-775 M, sebagai ibu kota kerajaan pada tahun 762 M. Dari pejalanan hidupnya itu, Abu hanifah sempat menyaksikan tragedi-tragedi besar di Kufah. Disatu sisi kota kufah member makna dalam kehidupannya sehingga menjadi salah seorang ulama besar dan al-imam al-A’zham. Di Sisi lain ia merasakan kota kufah sebaga kota teror yang di warnai dengan pertentangan politik. Oleh karena itu pola pemikiran Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum, sudah tentu sangat dipengaruhi latar belakang kehidupan serta“ pendidikannya, dan juga tidak terlepas dari sumber hukum yang ada. Abu hanifah dikenal sebagai ulama ahlu ra'yi. Dalam menetapkan hukum islam, baik yang di istimbatkan dari Al-quran maupun hadist, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dari khabar ahad. Apabila terdapat hadis yang bertentangan, beliau menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan. 2. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Maliki Imam malik terkenal dengan Ahlul Hadist karena dipengaruhi oleh tempat tinggalnya yang berada di Madinah, dalam mengambil fatwa hukumnya dia bersandar kepada kitab Allah untuk pertama kalinya, Kemudian Kepada Assunah. Beliau mendahulukan amalan penduduk Madinah dari pada hadist ahad kalau terbukti bertentangan dengan tradisi masyarakat Madinah. Sebab beliau berpendirian bahwa penduduk Madinah itu mewarisi apa yang mereka amalkan dari ulama salaf mereka, dan ulama salafnya mewarisi dari sahabat, maka hal itu lebih kuat daripada hadist ahad. Berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, pemikiran hukum islam Imam Malik cenderung mengutamakan riwayat, yakni mengedepankan hadist dan fatwa sahabat. Pengaruh riwayat yang menonjol adalah penerimaan tradisi masyarakat Madinah sebagai metode hukum. Imam Malik juga termasuk ulama yang sangat teguh dalam membela kebenaran, bahkan dia sangat berani dalam menyampaikan sesuatu yang sudah diyakini kebenarannya, tidak peduli walaupun para penguasa marah dengan ucapannya. Hal itu dapat dilihat ketika beliau menyampaikan fatwa dan ternyata fatwanya bertentangan dangan khalifah Al Mansur dan bani Abbasiyah di Baghdad, Malik pernah disiksa dan dihina.[1] Komentar para sejarawan berbeda-beda dalam hal ini yaitu kenapa beliau dipukul, disiksa dan sebagainya. Sebagian pendapat ahli sejarah beliau disiksa karena pendapatanya yang menyebutnya bahwa tidak sah talak orang yang di paksa. Berdasarka hadis Rasulullah, artinya” tidak sah talak orang yang dipaksa”. Keteguhan Imam Malik terhadap fatwa-fatwa yang telah beliau keluarkan, bukan berarti Imam Malik keras kepala atau ceroboh dalam mengeluarkan fatwa dan hukum, dalam memberikan fatwa, Imam malik hanya akan menjawab masalah yang sudah terjadi dan tidak melayani masalah yang belum terjadi, meskipun ada kemungkinan akan terjadi. Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang masalah yang belum terjadi kemudian lmam Malik menjawab, “tanyakan yang sudah terjadi jangan bertanya yang belum terjadi”. Imam Malik sangat berhati-hati dalam memberi fatwa, tidak mau menjawab pertanyaan yang beliau tidak tahu. Jika beliau tidak dapat memastikan hukum suatu masalah, beliau kan mengatakan saya tidak tahu agar beliau terlepas dari salah fatwa, tidak tergesa-gesa menjawab jika ditanya, dan berkata si penanya,”pergilah nanti saya lihat dulu”. 3. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Syafi’i Pola pikir dan Faktor yang mempengaruhi Imam AsSyafl’i. Pertama, faktor keragaman pemikiran. Situasi dan kondisi saat Imam Asy -Syaf1’i 150-204 H lahir dan hidup sangat jauh karya ulama sudah banyak berbeda dengan kedua imam sebelumnya. Pada masa Imam Syafi'i hidup, sudah banyak ahli fiqh, baik sebagai murid, Imam Abu Hanifah atau Imam Malik sendiri masih hidup. Akumulasi berbagai pemikiran fiqh fuqaha, baik dari Mekah, Madinah, Irak, Syam, dan Mesir menjadikan Asy-Syafi’i memilki wawasan yang luas tentang berbagai aliran pemikiran fiqh. Faktor kedua, geografis, faktor ini merupakan faktor secara alamiah negara Mesir tempat Asy-Syafi’i lahir. Mesir adalah daerah kaya dengan warisan budaya Yunani, Persia, Romawi, dan Arab. Kondisi budaya yang kosmopolit ini tentu saja memberikan pengaruh besar terhadap pola pikir, Imam Asy-Syafi’i. Hal itu terlihat dari kitabnya Ilmu Mantiq yang dipengaruhi, oleh aliran Aristoteles. Faktor ketiga, adalah faktor sosial dan budaya ikut memengaruhi terhadap pola pikir Imam, Syafi'i, dengan qaul qadim dan qaul jadid, qaul qadim dibangun oleh Irak tahun 195 H. Karena perjalanan intelektualnya tersebut, Imam Asy-Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul jadid.[2] 4. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Hanbali Pesatnya perkembangan zaman tidak membuat Imam Hanbali 164-241 H berpikir rasional bahkan hasil rumusannya lebih ketat dan kaku dibanding Imam Maliki yang tradisional. Paling tidak, ada dua faktor yang menjadikan Imam Hanbali berpikir seperti itu; Faktor politik dan budaya. Ahmad bin Hanbal hidup pada periode pertengahan kekhalifahan Abasiyah, ketika unsur Persia mendominasi unsur Arab. Pada periode ini sering kali timbul pergolakan, konflik, dan pertentangan yang berkisar pada soal kedudukan putra mahkota dan khilafat antara anak-anak khalifah dan saudara-saudaranya. Saat itu, aliran Mu’tazilAh berkembang, bahkan menjadi madzhab resmi negara pada masa pemerintahan Al-Makmun; Al-Mutashim, dan Al-Watsiq.[3] D. Sistematika Sumber Hukum Imam Mazhab 1. Sistematika Sumber Hukum Abu Hanifah Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahli Ra'yi. Meskipun Abu Hanifah pernah bermukim di Mekkah dan mempelajari hadist-hadist nabi, serta ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan tetapi pengalaman yang beliau peroleh dari luar kufah digunakan untuk memperkaya koleksi hadist-hadistnya, sementara metodologi kajian fiqhnya mencerminkan aliran Ahli Ra’yi yang beliau pelajari dari Imam Hammad, dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pertama dan kedua. Apabila beliau tidak menemukan ketentuan yang tegas tentang hukum persoalan yang dikajinya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka beliau mempelajarinya dari perkataan sahabat baik dalam bentuk ijma’ maupun fatwa. Kalau ketiganya tidak menyatakan secara eksplisit tentang persoalan-persoalan tersebut, maka beliau mengkajinya melalui qiyas dan istihsan, atau melihat tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat yang ditaati secara bersama-sama. Imam Abu Hanifah pernah berkata “Aku mengambil hukum berdasarkan al-Qur’an, apabila tidak saya jumpai dalam al-Qur'an, maka aku gunakan as-Sunnah dan jika tidak ada dalam kedua-duanya al-Qur'an dan as-Sunnah, maka aku dasarkan pada pendapat para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak kusukai dan tetap berpegang kepada pendapat satu saja.” Beliau juga berkata “Aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad dan berpegang kepada kebenaran yang didapat seperti mereka juga”. Imam Abu Hanifah mengacu pada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru, yang belum terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist. Imam Abu Hanifah banyak mengandalkan qiyas dalam menentukan pemecahan masalah hukum.[4] Untuk lebih jelasnya, dasar-dasar yang digunakan oleh mazhab Hanafi dalam menetapkan suatu hukum berdasarkan urutannya, yaitu b. As-Sunnah, kualifikasi as-Sunnah ini harus shahih, mutawatir dan juga dikenal secara luas masyhur. Mazhab Hanafi menolak menggunakan hadis yang diriwayatkan oleh satu orang saja yang disebut hadis ahad. e. Al-lstihsan, yaitu berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. f. Al-Urf, yaitu tradisi masyarakat baik berupa perkataan maupun perbuatan, atau dengan perkataan lain adalah adat kebiasaan. Tentu saja urf ini harus sejalan dengan semangat syari’ah, sedangkan urf yang bertentangan dengan jelas ditolak oleh madzhab Hanafi. 2. Sistematika Sumber Hukum Imam Malik Imam Malik sendiri sebenarnya belum menuliskan dasar-dasar fiqhiyah yang menjadi pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-pemuka madzhab ini, murid-murid Imam Malik dan generasi yang muncul sesudah itu menyimpulkan dasar-dasar fiqhiyah Malik kemudian menuliskannya. Dalam Muwattha’, Malik secara jelas menerangkan bahwa dia mengambil “tradisi orang-orang Madinah” sebagai salah satu sumber hukum setelah al-Qur'an dan as-Sunnah. Ia juga mengambil hadis munqathi' dan mursal sepanjang tidak bertentangan dengan tradisi orang-orang Madinah itu. Secara lebih jelas dasar-dasar yang digunakan oleh madzhab Maliki adalah sebagai berikut b. As-Sunnah, berbeda dengan Abu Hanifah yang mensyaratkan dengan kualifikasi tertentu, imam Malik meski mengutamakan hadis mutawatir dan masyhur, juga menerima hadist ahad asalkan tidak bertentangan dengan amal praktik ahli Madinah. c. Amal Ahli Madinah praktik masyarakat Madinah. Imam Malik berpendapat bahwa Madinah merupakan tempat Rasulullah menghabiskan 10 tanun terakhir hidupnya, maka praktik yang dilakukan oleh masyarakat Madinah mesti diperbolehkan, atau bahkan dianjurkan oleh Nabi saw. Oleh karena itu, Imam Malik beranggapan bahwa praktik masyarakat Madinah merupakan bentuk as-Sunnah yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan. f. Al-Mashlahah Al-Mursalah, yakni menetapkan hukum atas berbagai persoalan yang tidak ada petunjuk nyata dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan, yang proses analisisnya lebih banyak ditentukan oleh nalar mujtahidnya. h. Adz-Dzari’ah, yakni Imam Malik menetapkan hukum dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan. Jika perbuatan itu akan menimbulkan mafsadah meski hukum asalnya boleh, maka hukum perbuatan tadi adalah haram. Sebaliknya, jika akan menimbulkan maslahah, maka hukum perbuatan tadi tetap boleh atau bahkan dianjurkan atau meningkat menjadi wajib. Penganut mazhab Maliki ini sampai sekarang banyak pengikutnya dan mereka tersebar di negara-negara, antara lain Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko dan Afrika. 3. Sistematika Sumber Hukum Imam Syafi’i Imam syafi’i terkenal sebagai seorang yang membela mazhab Maliki dan mempertahankan mazhab ulama Madinah hingga terkenallah beliau dengan sebutan Nasyirus Sunnah penyebar Sunnah. As-Syafi'i telah dapat mengumpulkan antara thariqat ahlur ra’yi dengan thariqat ahlul hadits. Oleh karena itu mazhabnya tidak terlalu condong kepada ahlul hadits.[5] Thaha jabir, dalam bukunya, Adab Al-lkhtilaffi Al-Riam, menjelaskan metode istinbath al-ahkamlmam Syafii sebagai berikut “…pertama ashal, yakni AI-Qur’an dan Al-Hadist, dan apabila tidak ditemukan dalam keduanya, qiyas berlaku kepadanya, dan apabila hadist itu sampai sanadnya kepada Rasulullah, itulah yang dituju ijma’ sebab lebih baik daripada hadist ahad jika zhahir hadist mencakup beberapa pengertian zhahir dan pernyataan yang menyerupainya harus lebih diutamakan. Kemudian tatkala beberapa hadist saling mendukung, untuk menentukan tingkatan kesahihannya ditinjau dari segi sanad hadist-hadist tersebut. Satu hadist yang dipandang sebagai hadis munqathi', misalnya bukan hanya yang bersumber dari Ibnu Musayyab. Selanjutnya, bahwa ashal dalam pengertian lawan dari farm' pada lapangan qiyas itu tidak bisa diqiyaskan dengan ashal yang lain juga bahwa tidak ada kata “kenapa” dan “bagaimana" untuk ashal. Kata “kenapa” hanya dipakai untuk furu'. Dengan demikian, jika qiyasnya benar dan berdasar pada “asbat' yang benar, benarlah argumen tersebut. ” Dari kutipan di atas, tampaknya Al-Quran, hadist, ijma’, dan qiyas menjadi faktor utama dalam landasan madzhab Imam Syafi’i. Sementara metode lainnya seperti istinbath, istihsan, sadu dzari’ah dan lainnya hanyalah merupakan suatu metode dalam merumuskan menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya Al-Qur’an Al-Hadist. 4. Sistematika Sumber Hukum Ahmad bin Hanbal Thaha jabir, dalam kitabnya Adab Al-lkhtilaf dan Abu Zahrah. dalam kitabnya Tarikh Madzhabib al-Fiqhyah, menjelaskan bahwa cara ijtihad Imam Ahmad lbn Hanbal sangat dekat dengan cara ijtihad Asy-Syafi'i. Ibn Qayyim Al-jauziyyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad Ibn Hanbal dibangun atas lima dasar, yaitu a. An-nushnush dari Al-Quran dan As-Sunnah. Apabila telah terdapat ketentuannya dalam nash tersebut, ia berfatwa dan tidak mengambil yang lainnya karena itu nash didahulukan atas fatwa sahabat; b. Ahmad lbn Hanbal berfatwa dengan fatwa sahabat, ia memilih pendapat sahabat yang tidak menyalahinya ikhtilaf sudah sepakat; c. Apabila fatwa sahabat bcrbeda-beda, Ahmad Ibn Hanbal memilih salah satu pendapat mereka yang lebih dekat kepada AI-Qur’an dan As-Sunnah; d. Ahmad Ibn Hanbal menggunakan hadist mursal dan dhaif apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma yang menyalahinya; e. Apabila tidak ada dalam nash, As-Sunnah, qaul sahabat, riwayat masyhur, hadist mursal dan dhaif, Ahmad Ibn Hanbal menganalogikan menggunakan qiyas dan qiyas baginya adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa. Dengan demikian, sistematika sumber hukum dan istidlal Madzhab Hanbali Imam Ahmad, sebagaimana diringkas oleh, Salim Ali Ats-Tsaqafi, terdiri dari a. Nushus Al-Qur’an, As-Sunnah dan nash ijmal. c. Hadist-hadist mursal dan dhaif. h. Al-mashlahat al-mursalat.[6] BAB III PENUTUP Hasil Ijtihad para imam mazhab dapat diketahui setelah disusun secara sistematis dan melalui penyempurnaan di tangan murid-muridnya, sehingga menghasilkan mazhab fiqh. Ketentuan hukum dalam mazhab fiqh itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Mazhab fiqh peninggalan para imam mazhab merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan pemikiran mazhab hingga saat ini. Terdapat kemiripan latar belakang adanya mazhab-mazhab hukum Islam, dimana dasar yang digunakan pada mazhab-mazhab tersebut mengutamakan dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist, dengan menambahkan pedoman lain sebagai pelengkap. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Asy-Syurbasi, Ahmad. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab. Jakarta Sinar Grafika. 2001. Hasan, M. Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta PT RajaGrafindo Persada. 2002. Hasbiyallah. Perbandingan Mazhab. Jakarta Pusat Subdit Kelembagaan Derektorat Pendidikan Tinggi Islam. 2012. Khalil, Rasyad Hanan. Tarikh Tasyri’ al-Islami. Jakarta Azmah. 2009. [2] Hasbiyallah. Perbandingan Mazhab, Jakarta Pusat Subdit Kelembagaan Derektorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012, hlm. 85. [4] Ahmad Asy-Syurbasi. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, Jakarta Sinar Grafika, 2001, hlm. 12. [5] M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 165. [6] Rasyad Hanan Khalil. Tarikh Tasyri’ al-Islami, Jakarta Azmah, 2009, hlm. 195-196.Sederhananya, iman adalah bagaimana anda memutuskan untuk menerima Yesus kristus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi anda yang disertai dengan pertobatan. Namun seiring waktu berjalan, terkadang iman yang sederhana ini bisa berubah dan menyimpang sehingga tidak lagi seperti iman yang semula. Berikut ini saya membagikan untuk anda faktor-faktor yang menyebabkan menyimpangnya iman tersebut. Enam faktor berikut hanyalah mewakili sebagian dari penyebab lainnya. 1. Berubahnya tujuan Faktor pertama yang membuat iman anda akhirnya menyimpang adalah disaat anda mulai mengubah tujuan hidupmu. Orang percaya memiliki tujuan hidup yang terarah ke Sorga atau hal-hal yang berhubungan dengan kekekalan. Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan “kumpulkanlah hartamu di sorga” dan Rasul Paulus “carilah perkara yang di atas” ini membuktikan bahwa tujuan orang percaya ada di Sorga dan bukan dunia ini lagi. Ketika anda mulai mengubah tujuan ini, anda beralih kepada hal-hal dunia ini, itu pertanda bahwa iman anda dalam kondisi yang kritis. Bahkan kadangkala, anda tidak pernah benar-benar peka ketika saat itu terjadi. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dan waspadalah. Ikutilah nasehat Rasul Paulus yang dengan tegas berkata “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu 1 Tim 416a 2. Dosa-dosa yang melekat Faktor kedua yang masih sering dianggap sepele dan kadangkala diabaikan oleh orang percaya adalah masih menyimpannya dosa-dosa kedagingan yang dimiliki. Tentu saja, Alkitab dengan jelas menyatakan kepada kita bahwa ketika kita menerima Kristus Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat, maka segala dosa kita diambil alih olehnya. Artinya, seluruh dosa kita telah diampuni band 1 Petrus 318, 1 Yoh 19, 1 Yoh 22. Namun, seperti yang Alkitab dengan sangat jelas menguraikan kepada kita bahwa selama kita masih memakai tubuh jasmaniah ini, antara kehendak Allah dan kedagingan terus-menerus mengalami pertarungan. Kedagingan adalah usaha Iblis agar kita melepaskan iman dan di sisi sebaliknya, kehendak Allah adalah suatu keharusan yang perlu kita lakukan sebagai orang percaya. Dalam kedagingan inilah terselip dosa-dosa yang melekat dan jika kita membiarkan dosa tersebut bersembunyi di hati kita maka lambat laun ia akan tumbuh tanpa kita ketahui dan ini akan berbahaya bagi iman kita. Oleh sebab itu, sangat baik mengikuti nasehat Firman Tuhan”hiduplah oleh Roh” band Galatia 516 3. Rapuhnya fondasi iman Faktor ketiga yang membuat iman anda menyimpang adalah rapuhnya fondasi iman anda. Kerapuhan ini sama seperti perumpamaan Tuhan Yesus tentang mendirikan rumah di atas pasir lihat Mat 724-27. Fondasi Iman adalah Alkitab, ini berarti ketika anda mengerti isi, maksud dan kehendak Tuhan di dalam Alkitab kemudian anda melakukannya hal ini berarti anda memilki fondasi iman yang kuat. Memahami Alkitab memang bukan perkara mudah, anda yang benar-benar buta tentu membutuhkan orang-orang yang cakap mengajar dan dapat dipercayai untuk menjelaskan kebenaran Alkitab kepada anda. Tetapi, bukan berarti anda tidak bisa memahami isi Alkitab tersebut. Seringkali, ada dua pernyataan yang sering saya dengar dalam penginjilan saya, pertama; “yang penting saya percaya Yesus.” Kedua; “tidak penting mengetahui Firman Tuhan yang penting melakukannya” pernyataan seperti ini adalah pertanyaan yang jelas-jelas salah. Anda bisa saja percaya Yesus, hanya saja hari ini ada banyak Yesus dan Alkitab berkata ada Yesus yang lain band II Korintus 114. Oleh sebab itu, bukan saja perkara “yang penting saya percaya Yesus” namun apakah Yesus yang anda percayai tersebut seperti yang Alkitab informasikan kepada anda atau tidak. Demikian pula dengan pernyataan yang kedua, adalah kesalahan fatal. Apakah tanpa mengetahui fondasi iman anda anda dapat melakukannya? Jawabannya TIDAK MUNGKIN. Tanpa mengetahui Firman Tuhan, mustahil anda bisa melakukannya. Bahkan kemungkinan besar adalah anda salah dalam melakukannya. Hal ini sudah diperingatkan oleh Rasul Paulus, bahwa tnpa pengertian yang ada hanyalah kebenaran anda sendiri dan tentu saja hal ini bertentangan dengan kebenaran Ilahi band Roma 101-3 4. Hidup yang melimpah materi Hidup yang berlimpah materi, sangat begitu menggiurkan kita untuk menyimpang dari iman. Bahkan di dalamnya termasuk pula kebahagiaan duniawi itu sendiri. Saya tidak bermaksud bahwa anda tidak boleh memiliki hidup yang berlimpah, karir yang bagus, atau semacam hal-hal lain yang berhubungan materi, melainkan pergunakanlah itu untuk pekerjaan Tuhan. Dukunglah jemaat-jemaat yang benar. Kasus unta masuk lubang jarum lihat Mat 1923-24 adalah fakta nyata bahwa materi bisa menghalangi, menghambat atau membuat iman anda menyimpang. Oleh sebab itu, renungkanlah perihal ini dengan baik-baik. 5. Ketakutan Satu hal yang sering diabaikan faktor menyimpangnya iman adalah rasa takut. Takut dalam hal ini, bukanlah takut akan Tuhan, melainkan ketakutan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi. Ketakutan semacam ini, justru mereka menolak Tuhan dan kehendaknya karena hal-hal lain. Rasa takut seperti ini tidak akan mendapat bagian dari kerajaan Sorga Lihat Wahyu 218 tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya……, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api…. Ketika kita memutuskan untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat, maka disaat itu juga segala ketakutan kita terhadap dunia ini tidak menjadi alasan untuk menaati Tuhan sepenuh hidup kita. Oleh sebab itu, buanglah ketakutan akan dunia ini dan beralihlah untuk takut akan Tuhan. 6. Sibuk dengan hal-hal tidak berguna Poin terakhir yang kita perlu perhatikan yang menjadi faktor menyimpangnya iman adalah, kesibukan kita terhadap hal-hal yang tidak berguna. Hal-hal yang tidak berguna ini, memiliki banyak aspek seperti, menghabiskan waktu untuk menonton Film, lebih fokus kepada hobby, jalan-jalan untuk menghabiskan waktu. Ini adalah contoh-hal-hal yang tidak berguna. Sebagai orang percaya, seharusnya kita tidak membuang tenaga, waktu dan pikiran kita untuk hal-hal ini. Bahkan termasuk di dalamnya jika kita hanya berfokus bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, menimbun harta kekayaan dan lain sebagainya. Setelah kita menjadi orang percaya, seharusnya kita mengarahkan perkara-perkara kita untuk hal-hal surgawi lihat Kolose 31-4. Bagi orang percaya, hal-hal yang berguna adalah segal sesuatu yang ada hubungannya dengan kerajaan Sorga, contohnya memberitakan injil, menjadi saksi Kristus, mendukung jemaat lokal, aktif dalam jemaat lokal, dan banyak aktivitas lain yang ada hubungannya dengan kekekalan. Efesus 515-17 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Oleh Ev. Eliyusu Zai
34 Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal. b. Gereja Menurut Mardiatmadja 1985 15 kata Gereja berasal dari bahasa Portugis Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman. Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata, Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam persatuan dengan manusia. Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang Mardiatmadja, 1985 23-26. c. Sekolah Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung, menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih dewasa Papo, 1990 13. Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk, 36 melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung Doni, 2007 224-225. Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia GE, art. 5 Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan. Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru, sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut Doni, 2007 225. d. Lingkungan Masyarakat Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda. Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan besar ia akan menjadi perokok Slameto, 2013 71. Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut sebagai paham konvergensi yakni, pemahaman yang menganggap bahwa perkembangan ditentukan oleh lingkungan Suryabrata, 1982 11. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 D. Tantangan Perkembangan Iman Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia. Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi 2013 46 mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional suku, agama, bangsa yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan Iswarahadi, 2013 48. Mangunhardjana 1997 5 mengatakan bahwa melalui berbagai alat media massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran, penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 1. Pragmatisme Menurut Mangunharjana 1997 189 istilah pragmatis berakar pada bahasa Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan hal- hal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan. Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui, tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai kebenaran. Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan. Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan. 40 Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara langsung dapat dipraktikkan. Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka. 2. Individualisme Menurut Mangunhardjana 1997 107 individualisme berasal dari bahasa latin individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti pribadi’ atau bersifat perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok. Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan bertindak berdasarkan dorongan sesaat insting. Jika dorongan tersebut terasa nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut jahat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 3. Konsumerisme Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif seseorang terus mengejar pemenuhan keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan. Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi kebutuhan materi Mangunhardjana, 1997 120. 4. Hedonisme Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan. Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling berbagi dan rela berkorban untuk orang lain Mangunhardjana, 1997 90. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 E. Penghayatan dan Perwujudan Iman Banawiratma 1986 119-122 menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah. Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain, belajar dengan tekun, dll. Banawiratma 1986 120 mendefinisikan penghayatan iman sebagai heils-ethos etos keselamatan dan perwujudan iman sebagai welt-ethos etos duniawi. Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia. Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana Kis 242-47. Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul kerygma, kedua mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa liturgia, ketiga semua orang 43 yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu koinonia, keempat, selalu ada dari mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama diakonia, dan kelima, apa yang mereka lakukan disukai banyak orang martyria. Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut 1. Pengahayatan iman a. Liturgi Liturgia Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik yang khusus KWI, 2012 393. Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus SC, art. 7. Penghayatan iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI